Minggu, 15 November 2009

Fenomena Sosial di Indonesia: Gotong Royong

Gotong royong merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti bekerja bersama-sama untuk suatu hasil yang didambakan. Bersama-sama dengan musyawarah, pantun, Pancasila, hukum adat, ketuhanan, dan kekeluargaan, gotong royong menjadi dasar Filsafat Indonesia. Gotong royong adalah kegiatan yang yang sudah lama ada dan dilakukan oleh para warga masyarakat indonesia, khususnya di perkampungan ataupun di pedesaan. Gotong royong itu sendiri artinya adalah berkerja dengan bersama-sama atau bekerja sama melakukan pembersihan kampung mereka.

Gotong royong ini biasanya dilakukan untuk membersihkan atau menata dan memperbaiki lingkungan perkampungan. banyak yang bisa dilakukan dengan gotong royong ini yakni membersihkan gorong-gorong atau parit, memperbaiki jalan kampung, membangun pos ronda, memotong rumput, membersihkan sampah, dan masih banyak lagi.

Gotong-royong sebuah definisi bangsa Indonesia yang selama ini menjadi monumen penting yang selalu diagung-agungkan bangsa Indonesia. Bahkan tetap dijadikan wacana utama dalam tiga periode politik bangsa ini. Sejarah kemerdekaan telah mencatat bahwa kata gotong-royong telah menjadi elemen penting dalam kehidupan bernegara Indonesia. Di zaman Orde Lama, gotong-royong merupakan “kata suci" yang selalu dikumandangkan oleh Soekarno, bahkan pernah dalam salah satu pidatonya, Soekarno menyatakan bahwa bila Pancasila diperas menjadi Ekasila, maka Ekasila itu adalah gotong-royong. Di zaman Orde Baru, walaupun tak segencar di zaman Orde Lama, tetap saja gotong-royong menjadi salah satu kata penting di rezim pembangunan Soeharto.

Berbagai kenyataan diungkapkan untuk mendukung pendapat bahwa gotong-royong adalah sifat dasar yang dimiliki bangsa Indonesia. Mulai dari sistem pertanian secara bersama, acara kenduri, membangun rumah, dan segala macam kegiatan kemasyarakatan yang telah kita sama-sama baca dan pelajari sejak SD, semuanya menunjukkan bahwa gotong-royong sudah ada sejak zaman prasejarah di bumi Indonesia. Ya, memang sejak SD kita telah diberikan doktrin bahwa gotong-royong adalah sifat dasar bangsa Indonesia yang menjadi unggulan bangsa ini dan tidak dimiliki bangsa lain.
Kenyataan yang muncul dengan adanya jurang kemiskinan yang dalam, pengangguran, kerusuhan, krisis ekonomi, semakin membuat saya ragu, apakah benar bangsa ini memiliki jiwa dan semangat gotong-royong. Jikalau gotong-royong diartikan sebagai kerjasama, bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan, maka akan sangat diragukan bahwa bangsa ini memiliki jiwa gotong-royong. Jika gotong-royong itu ada, pastilah tidak ada jurang kemiskinan yang dalam, karena si kaya akan senatiasa membantu si miskin untuk meningkatkan taraf hidupnya. Pastilah tidak ada kerusuhan massa, yang dipicu adanya ketidakadilan, karena setiap ketidakadilan akan mustahil muncul dari jiwa gotong-royong. Demikian pula dengan krisis ekonomi dan krisis-krisis lainnya. Jiwa gotong-royong sudah mulai terkikis akibat masuknya budaya individualisme dan materialisme dari Barat. Semula saya setuju dengan pandangan ini, namun belakangan pendapat ini cuma sekedar apologi yang mencoba membenarkan pendapat pertama. Seandainya benar jiwa gotong-royong itu ada semenjak zaman dahulu, tidak mungkin bangsa Indonesia dijajah sampai berabad-abad lamanya.

Gotong-royong yang dimiliki bangsa ini hanyalah gotong-royong yang bersifat aman dan menguntungkan bersama. Sementara gotong-royong yang “berdarah-darah" untuk menolak penindasan adalah sesuatu yang tabu. Gotong-royong yang dimiliki bangsa ini adalah gotong-royong yang harus mempunyai feed back.

(diambil dari: www.google.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar